Permenag No.36 Tahun 2009 telah menimbulkan banyak tanggapan dari berbagai kalangan akademis, salah satunya adalah di Fakultas Syari’ah UIN Maliki Malang. Tepatnya pada hari Sabtu tanggal 6 Oktober 2012 dimulai dari jam 09.00 sampai dengan 12.00 WIB di ruang sidang Fakultas Syari’ah telah terjadi adu argumen antara pihak dekanat dan para mahasiswa.
Pada awalnya ibu yang
terhormat dekan Fakultas Syari’ah, Ibu Tutik menjelaskan berbagai data dan
alasan terkait pergantian gelar dari S.Hi ke S.Sy ini. Beliau mengatakan pergantian
gelar ini mutlak, karna ini instruksi dari Dirjen Pendidikan yang harus
dilaksanakan. Kalaupun tetap ngotot untuk menggunakan gelar S.Hi, dikhawatirkan
akan menimbulkan permasalahan baru pasca lulusan, terbukti oleh salah satu
lulusan yang tetap menggunakan gelar S.Hi ditolak untuk melanjutkan studinya di
Malaysia. Begitu tuturnya. Namun entah data yang diperoleh falid atau tidak,
beberapa mahasiswa juga mengungkapkan bahwa lulusan yang bergelar S.Hi tersebut
dapat diterima di Malaysia. Ungkap Salah satu mahasiswa yang mengaku namanya
Toni, salah satu Senat Mahasiswa Universitas UIN Maliki yang kebetulan
mahasiswa Syari’ah.
Audiensi berlanjut dengan tanggapan – tanggapan dari mahasiswa yang dimoderatori langsung oleh pembantu dekan bagian kemahasiswaan, Bapak Roibin. Berbagai pernyataan disampaikan oleh para mahasiswa yang pada intinya menolak gelar S.Sy tersebut. Bahkan salah satu mahasiswa yang akan diwisuda pada hari Sabtu tanggal 13 Oktober 2012 yang bernama Muchid Abdalah juga ikut rembuk menyampaikan kegelisahannya jika harus menyandang gelar S.Sy. Gelar S.Hi yang dia nantikan dan sangat akan dia banggakan ternyata harus kandas begitu saja dan harus digantikan dengan gelar S.Sy yang menurutnya sangat kurang mempunyai grit dibandingkan dengan S.Hi. Mahasiswa yang kerap dipanggil karwo ini juga menambahkan bahwa Permenag No. 36 Tahun 2009 ini ada indikasi muatan politik didalamnya, yang mana pergantian redaksi “Hukum Islam” dengan “Syari’ah” ini akan menimbulkan berbagai kemungkinan dikemudian hari. Salah satunya adalah penghapusan beberapa mata kuliah yang mencakup pelajaran hukum murni, karna bukan lagi ranahnya Syari’ah. Penggunaan kata Hukum Islam memiliki cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan penggunaan kata Syari’ah. Lebih parah lagi dia melontarkan kata – kata bahwa dia curiga akan ada proyek baru yang akan menghapus syari’ah.
Tidak cukup sampai disitu, perbincangan yang juga
dihadiri oleh PH Dema F. Syari’ah tersebut belum menemukan titik temu yang
dapat memuaskan para pihak. Mahasiswa tetap meminta dan menekan dekan untuk
mengeluarkan Ijazah dengan gelar S.Hi dengan alasan gelar S.Hi saja belum
mempunyai gaung di kalangan instansi, apalagi S.Sy? mahasiswa merasa dijadikan tikus percobaan. Pernyataan ini
langsung ditanggapi oleh ibu dekan bahwa penanda tanganan ijazah ini oleh
rektor, maka dari itu beliau harus mengkomunikasikan dengan rektor terlebih
dahulu. Tanggapan tersebut justru membuat mahasiswa semakin greget untuk
menghadap rektor bersama sama untuk membicarakan permasalahan pergantian gelar
ini. Sampai dengan tulisan ini diposting, mahasiswa masih menunggu kepastian
kapan bisa duduk bersama rektor sesuai dengan yang dijanjikan oleh ibu dekan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar