Label

Rabu, 10 Oktober 2012

KUTIPAN "PERUBAHAN GELAR S.HI CACAT HUKUM"

Dari perspektif yang berbeda, Irfan Fahmi el Kindy, alumni Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta angkatan 97, yang merupakan Advokat angkatan pertama PERADI, menyoroti keabsahan terbitnya Permenag 36/2009 yang dinilainya mengandung cacat hukum. Karena kewenangan Menteri Agama dalam menetapkan gelar akademik di lingkungan perguruan tinggi agama tidak memiliki landasan hukum.


“Saya sudah baca peraturan perundang-undangan yang disebutkan dalam konsideran Permenag 36/2009. Hasilnya, saya tidak menemukan pasal-pasal yang memberikan kewenangan Menteri Agama dalam menetapkan gelar akademik pada perguruan tinggi di lingkungan agama. Jadi sah saja kalau saya katakan Permenag ini cacat hukum,” imbuh Irfan.

Irfan menambahkan argumentasinya, “Pasal 21 ayat 7 Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) mengatur bahwa ketentuan mengenai gelar akademik, profesi, atau vokasi akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah (PP). PP yang dimaksud dalam pasal 21 itu sampai hari ini belum ada, lalu kok bisa Menteri Agama punya kewenangan mengatur untuk menetapkan suatu gelar akademik. Dari mana dasarnya?”

“Kalau PP 60/1999 tentang Pendidikan Tinggi yang dijadikan dasar kewenangan Menag (Menteri Agama) menetapkan gelar akademik, juga tidak tepat. Karena pasal 22 ayat 4 PP 60/1999 menyatakan bahwa jenis gelar dan sebutan, singkatan dan penggunaannya diatur oleh ‘MENTERI’. Nah, Menteri disini, bukanlah Menteri Agama. Tetapi Menteri yang bertanggungjawab di bidang pendidikan nasional. Coba saja baca pasal 1 PP 60/1999 angka 12 dan 13, di situ ada dua istilah Menteri. Yaitu ‘MENTERI’ dan ‘MENTERI LAIN’. Yang dimaksud MENTERI LAIN adalah pejabat yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan satuan pendidikan tinggi di luar lingkungan Departemen. Jadi sudah jelaskan. Menteri Agama tidak punya kewenangan!” papar Irfan dengan lugas.

Dari paparannya, Irfan menyimpulkan, “Permenag 36/2009 saya kira jelas cacat hukum. Setidaknya Permenag ini melanggar asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yaitu asas ‘kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat’ sebagaimana dimaksud dalam penjelasan pasal 5 hurup b UU No.10 Tahun 2004. Karenanya, Permenag ini bisa diuji materi ke Mahkamah Agung oleh pihak-pihak yang dirugikan untuk dibatalkan.”

Ketentuan Permenag 36/2009 ini sebenarnya juga menetapkan perubahan gelar untuk program studi pada fakultas lain di perguruan tinggi agama. Namun baru mahasiswa Syariah yang mengibarkan genderang perlawanan. Belum terdengar perlawanan dari mahasiswa fakultas lain. “Yah dimaklum saja. Di lingkungan UIN Jakarta, dan UIN lainnya, mahasiswa Syariah punya kultur tradisi kritis yang lebih kuat. Saya kira mahasiswa fakultas lain pasti akan menyusul menolak Permenag ini,” tandas Irfan yang juga eksponen aktivis mahasiswa 98 dari elemen Forum Kota (Forkot).

Dikutip dari : http://ekopratamaputra.blogspot.com/2010/03/by-van-elkindy-ada-kurang-lebih-10.html

Tidak ada komentar: